Rabu, 21 Maret 2012

Sistem Dan Sejarah Ekonomi Indonesia


1.   Berawal Saat Orde Lama

Pada saat terbentuknya negara Indonesia, sudah banyak tokok-tokoh negara yang telah memperkirakan bentuk perekonomian yang cocok bagi bangsa Indonesia, baik secara individu maupun pendapat berkelompok.
 Seperti Bung Hatta sendiri, semasa hidupnya mencetuskan ide, bahwa dasar perekonomian Indonesia yang sesuai dengan cita-cita tolong menolong adalah koperasi, tetapi tidak harus semua kegiatan ekonomi dilakukan secara koperasi.
Begitu juga dengan tokoh ekonomi Indonesia saat itu, Sumitro Djojohadikusumo dalam pidatonya di Amerika tahun 1949, menegaskan bahwa yang dicita-citakan adalah semacam ekonomi campuran. Namun demikian dalam proses perkembangan berikutnya disepakatilah suatu bentuk ekonomi yang baru, dinamakan sebagai Sistem Ekonomi Pancasila, yang mengandung unsur Demokrasi Ekonomi.
Menurut UUD’45, sistem perekonomian Indonesia tercermin dalam pasal-pasal 23, 27, 33 Dan 34. Demokrasi Ekonomi dipilih, karena mempunyai ciri-ciri positif yang diantaranya adalah :
1.  Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang     banyak, dikuasai oleh negara.
     3. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4. Sumber-sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan dengan pemufakatan lembaga-lembaga perwakilan rakyat, serta pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pada lembaga-lembaga perwakilan pula.
      5. Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
6. Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatnnya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
7. Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga negara dikembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
8. Fakir miskin serta anak terlantar, dipelihara oleh pemerintah.

Sistem perekonomian di Indonesia sangat menentang adanya sistem Free Fight Liberalism, Etatisme (Ekonomi Komando) dan Monopoli, karena sistem ini memang tidak sesuai dengan sitem ekonomi yang dianut Indonesia (bertentangan).

Free fight liberalism : Sistem kebebasan usaha yang tidak terkendali, sistem ini dianggap tidak cocok dengan kebudayaan Indonesia dan berlawanan dengan semangat gotong-royong yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 33, dan dapat mengakibatkan semakin besarnya jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin.

Etatisme : Suatu paham dalam pemikiran politik yang menjadikan negara sebagai pusat segala kekuasaan. Negara adalah sumbu yang menggerakkan seluruh elemen politik dalam suatu jalinan rasional, yang dikontrol secara ketat dengan menggunakan instrumen kekuasaan. Keikutsertaan pemerintah yang terlalu dominan juga dapat mematikan motivasi dan kreasi dari masyarakat untuk dapat berkembang dan bersaing sehat.

Monopoli : suatu bentuk pemusatan ekonomi pada satu kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak mengikuti keinginan sang monopoli.
Meskipun pada awal perkembangan perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi pancasila, ekonomi Demokrasi, dan ‘mungkin campuran’, namun bukan berarti sistem perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun1950-an sampai dengan tahun 1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia. Demikian juga dengan sistem etatisme, pernah juga memberi corak  perekonomian di tahun 1960-an sampai dengan pada masa orde baru.

2.   Masa Orde Baru

Orde Baru adalah sebutan bagai masa pemerintahan Presiden Soeharto. Orde Baru menggantikan pemerintahan Orde Lama yang di pimpin oleh Soekarno.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Politik Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya.
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebut lustrasi - dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat.

Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.

Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru
* Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
* Sukses transmigrasi
* Sukses KB
* Sukses memerangi buta huruf
* Sukses swasembada pangan
* Pengangguran minimum
* Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)\
* Sukses Gerakan Wajib Belajar
* Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
* Sukses keamanan dalam negeri
* Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
* Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.



Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
§  Semaraknya korupsi, kolusi dan nepotisme
§  Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian lagi disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat.
§  Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan terutama di Aceh dan Papua.
§  Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertannya.
§  Bertambahnya kesenjangan sosial diakibatkan karena perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi yang kaya dan yang miskin.
§  Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa).
§  Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan.
§  Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel.
§ Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program “penembakan misterius”.
§  Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya).
§  Menurut kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit ‘Asal Bapak Senang’, hal ini adalah kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.
§  Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.





3.   Pemerintahan Transisi
Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.
Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
Pemerintahan transisi merupakan peralihan antara pemerintahan zaman Soeharto ke pemerintahan B.J. Habibie.

4.   Pemerintahan Reformasi

Pada saat Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI tanggal 21 Mei 1998 dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.

Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden, ditentang oleh gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi Semanggi, yang menewaskan 18 orang.

Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi.

Presiden BJ Habibie mengambil prakarsa untuk melakukan koreksi. Sejumlah tahanan politik dilepaskan. Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan dibebaskan, tiga hari setelah Habibie menjabat. Tahanan politik dibebaskan secara bergelombang. Tetapi, Budiman Sudjatmiko dan beberapa petinggi Partai Rakyat Demokratik baru dibebaskan pada era Presiden Abdurrahman Wahid. Setelah Habibie membebaskan tahanan politik, tahanan politik baru muncul. Sejumlah aktivis mahasiswa diadili atas tuduhan menghina pemerintah atau menghina kepala negara. Desakan meminta pertanggungjawaban militer yang terjerat pelanggaran HAM tak bisa dilangsungkan karena kuatnya proteksi politik. Bahkan, sejumlah perwira militer yang oleh Mahkamah Militer Jakarta telah dihukum dan dipecat karena terlibat penculikan, kini telah kembali duduk dalam jabatan struktural.
Ketika Habibie mengganti Soeharto sebagai presiden tanggal 21 Mei 1998, ada lima isu terbesar yang harus dihadapinya, yaitu:
a. masa depan Reformasi;
b. masa depan ABRI;
c. masa depan daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia;
d. masa depan Soeharto, keluarganya, kekayaannya dan kroni-kroninya; serta
e. masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
Berikut ini beberapa kebijakan yang berhasil dikeluarkan B.J. Habibie dalam rangka menanggapi tuntutan reformasi dari masyarakat.


    a. Kebijakan dalam bidang politik
Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa Orde Baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut.
1.      UU No. 2 Tahun 1999 tentang partai politik
2.      UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
3.      UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR.

b.    Kebijakan dalam bidang ekonomi
Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

c.    Kebebasan menyampaikan pendapat dan pers
Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP).

d.   Pelaksanaan Pemilu
Pada masa pemerintahan Habibie, berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Keberhasilan lain masa pemerintahan Habibie adalah penyelesaian masalah Timor Timur. Usaha Fretilin yang memisahkan diri dari Indonesia mendapat respon. Pemerintah Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 di bawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste dengan presidennya yang pertama Xanana Gusmao dari Partai Fretilin.


5.   Pemerintahan Indonesia Bersatu

PEMERINTAHAN INDONESIA BERSATU JILID I  
(ERA SBY-JK) (2004-2009)

Kabinet Indonesia Bersatu (Inggris: United Indonesia Cabinet) adalah kabinet pemerintahan Indonesia pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla.
Kabinet ini dibentuk pada 21 Oktober 2004 dan masa baktinya berakhir pada tahun 2009. Pada 5 Desember 2005, Presiden Yudhoyono melakukan perombakan kabinet untuk pertama kalinya, dan setelah melakukan evaluasi lebih lanjut atas kinerja para menterinya, Presiden melakukan perombakan kedua pada 7 Mei 2007.
Susunan Kabinet Indonesia Bersatu pada awal pembentukan (21 Oktober 2004), perombakan pertama (7 Desember 2005), dan perombakan kedua (9 Mei 2007)
Pada periode ini, pemerintah melaksanakan beberapa program baru yang dimaksudkan untuk membantu ekonomi masyarakat kecil diantaranya Bantuan Langsung Tunai (BLT), PNPM Mandiri dan Jamkesmas. Pada prakteknya, program-program ini berjalan sesuai dengan yang ditargetkan meskipun masih banyak kekurangan disana-sini.

PEMERINTAHAN INDONESIA BERSATU JILID II
 (ERA SBY – BOEDIONO) (2009-2014)

Kabinet Indonesia Bersatu II (Inggris: Second United Indonesia Cabinet) adalah kabinet pemerintahan Indonesia pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono. Susunan kabinet ini berasal dari usulan partai politik pengusul pasangan SBY-Boediono pada Pilpres 2009 yang mendapatkan kursi di DPR (Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, dan PKB) ditambah Partai Golkar yang bergabung setelahnya, tim sukses pasangan SBY-Boediono pada Pilpres 2009, serta kalangan profesional. Susunan Kabinet Indonesia Bersatu II diumumkan oleh Presiden SBY pada 21 Oktober 2009 dan dilantik sehari setelahnya. Pada 19 Mei 2010, Presiden SBY mengumumkan pergantian Menteri Keuangan.
Pada periode ini, pemerintah khususnya melalui Bank Indonesia menetapkan empat kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional negara yaitu :
1.      BI rate
2.      Nilai tukar
3.      Operasi moneter
4.      Kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas dan makroprudensial lalu lintas modal.
Dengan kebijakan-kebijakan ekonomi diatas, diharapkan pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang akan berpengaruh pula pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia.

  http://www.indonesiaindonesia.com/f/2390-indonesia-era-orde-baru/
  http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan_Transisi_Persatuan_Nasional
  http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_%281966-1998%29 --> orde baru
  http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/1993152-kelebihan-sistem-pemerintahan-orde-baru/
   http://www.indonesiaindonesia.com/f/2392-indonesia-era-reformasi/
   http://id.wikipedia.org/wiki/Kabinet_Indonesia_Bersatu
  http://id.wikipedia.org/wiki/Kabinet_Indonesia_Bersatu_II