Nama : M.Riky Noerilfahmi
NPM : 29211248
Kelas : 4EB21
A. Sejarah Yugoslavia
NPM : 29211248
Kelas : 4EB21
A. Sejarah Yugoslavia
             Yugoslavia (berarti “Slavia Selatan”) merupakan sebuah 
negara yang pernah ada di daerah Balkan, di sebelah tenggara Eropa, dari
 tahun 1918 sampai tahun 2003. Dalam perjalanannya, negara ini pernah 
berbentuk kerajaan dan republik. Negara ini beribukota di Beograd.
1918 : Setelah dibubarkannya Kekaisaran Austria-Hongaria setelah Perang 
Dunia I maka “Kerajaan Bangsa Serbia, Kroasia, dan Slovenia” didirikan 
dengan Peter I dari Serbia sebagai raja. Bibit untuk konflik di masa 
datang sudah ditaburkan mulai saat ini. Serbia menginginkan sebuah 
negara kesatuan padahal Kroasia menginginkan sebuah federasi. Pada tahun
 1928, Kroasia mencoba melepaskan diri setelah seorang anggota parlemen 
dari Kroasia dibunuh. Raja Alexander, sejak 1921, berreaksi keras dengan
 membubarkan parlemen dan mencanangkan diktatorialisme.
1929 : Nama negara diubah menjadi Kerajaan Yugoslavia. Raja Yugoslavia, 
Alexander, dibunuh di Paris, Prancis, oleh kelompok nasionalis ekstrim 
Makedonia-Kroasia.
1939 : Kroasia mendapatkan lebih banyak otonomi.
1941-1945 : Wali Raja Yugoslavia, Pangeran Paul, terpaksa menandatangani
 persetujuan kerja sama dengan Poros Jerman-Italia-Jepang. Akan tetapi 
para perwira Serbia yang anti-Jerman berontak dan menggulingkan 
pemerintahannya. Hitler marah dan menyerang Yugoslavia. Negara Balkan 
tersebut jatuh dengan cepat, terutama karena etnis-etnik non Serbia 
banyak yang bergabung dengan para penyerbu.
Setelah menaklukkan negeri itu, Hitler memecah-belah negeri tersebut di 
bawah pendudukan Poros dan rezim boneka lokal. Atas perintah Hitler, 
bekas propinsi Kroasia, Bosnia, dan Hercegovina digabungkan ke dalam 
negara boneka Kroasia sementara wilayah sebagian besar Kosovo, 
Montenegro Selatan dan Makedonia Barat digabungkan ke dalam Negara 
Albania Raya. Penduduk Yugoslavia kemudian bangkit melawan pasukan 
pendudukan dan bergabung dengan dua kekuatan gerilya utama: kaum Chetnik
 yang didominasi orang Serbia pendukung raja dan kaum Partisan pimpinan 
Tito yang komunis. Yugoslavia pada masa ini menjadi medan pertempuran 
berdarah, di mana penduduknya bukan hanya memerangi pasukan pendudukan 
Poros namun juga saling membantai antara sesama warga–suatu preseden 
bagi perang antaretnis tahun 1990-an. Di Negara Kroasia Merdeka, kaum 
nasionalis ekstrim Kroasia bekerja sama dengan kaum Muslim Bosnia 
berusaha membersihkan negara boneka tersebut dari orang-orang Serbia, 
Yahudi dan Jipsi. Antara tahun 1941-45, kaum Ustasa-Muslim telah 
membantai 750.000 orang Serbia, 60.000 Yahudi dan 25.000 Jipsi. 
Pembersihan etnis juga terjadi di Negara Albania Raya, di mana kaum 
militan Albania mengusir dan membunuh puluhan ribu orang Serbia dan 
orang Slavia Ortodoks lainnya, terutama di Kosovo dan Makedonia Barat, 
dan menggantikannya dengan para pendatang Albania dari wilayah Albania. 
Tragedi ini membuat trauma yang mendalam terhadap bangsa Serbia.
1943 : Federal Demokratik Yugoslavia diproklamasikan oleh para partizan 
komunis. Negosiasi dengan pemerintahan Kerajaan Yugoslavia dalam 
pengasingan terus dilakukan, sementara wilayah Kerajaan Yugoslavia masih
 diduki oleh sekutu.
1944 : Para partizan komunis dipimpin oleh Tito membebaskan Beograd pada bulan Oktober dengan bantuan tentara Uni Soviet.
1945 : Nazi Jerman menyerah, para partizan mengambil alih kekuasaan di 
seluruh bagian negara. Pada tanggal 29 November, Raja Petar II 
dimakzulkan oleh Majelis Konstituante Komunis Yugoslavia saat masih 
dalam pengasingan. Pada tanggal 2 Desember, pemerintah komunis 
menyatakan keseluruhan wilayah ini sebagai bagian Federal Demokratik 
Yugoslavia.
1946 : Pada tanggal 31 Januari, Federal Demokratik Yugoslavia berganti 
nama menjadi Republik Rakyat Federal Yugoslavia. Negara ini terdiri 
dari: Serbia, Kroasia, Slovenia, Bosnia-Herzegovina, Montenegro dan 
Republik Makedonia serta dua daerah otonom yang menjadi bagian Serbia: 
Kosovo dan Vojvodina.
1948 : Melepaskan diri dari pengaruh Uni Soviet. Yugoslavia ingin berjalan sendiri dalam melaksanakan paham komunisme.
1961 : Kekuatan vokal dalam pembentukan KTT Negara Non Blok.
1963 : Pada tanggal 7 April, Republik Rakyat Federal Yugoslavia berganti
 nama menjadi Republik Federal Sosialis Yugoslavia dan Tito diangkat 
menjadi presiden seumur hidup.
1980 : Tito meninggal, perbedaan antaretnis mulai nampak, terutama 
ketika pada akhir tahun 1980an terjadi krisis ekonomi. Diskriminasi 
terhadap penduduk Serbia dan non Albania lainnya di Kosovo menyebabkan 
ribuan orang mengungsi dari propinsi tersebut. Hal tersebut membuka 
kembali luka lama orang Serbia dan mendorong terpilihnya Slobodan 
Milosevic yang mengajukan program-program nasionalis Serbia sebagai 
presiden Serbia: status otonom Kosovo dan Vojvodina ditiadakan. 
Nasionalisme berdasarkan etnisitas menjadi marak.
1990 : April pemilu di negara-negara bagian. Di Slovenia dan Kroasia, 
daerah terkaya, partai pro kemerdekaan menang. Di Serbia dan Montenegro,
 partai komunis menang.
1991 : Pada tanggal 25 Juni, Slovenia dan Kroasia memproklamasikan 
kemerdekaan. Tentara Federal (terutama beranggotakan orang Serbia) 
mengintervensi. Akan tetapi perang di Slovenia hanya berlangsung 7 hari 
karena penduduk di sana nyaris homogen sehingga tidak ada kepentingan 
warga Serbia yang terancam. Dibandingkan dengan Slovenia yang memiliki 
penduduk homogen, perang di Kroasia berlangsung sengit dan lama serta 
kejam karena ingatan sejarah Perang Dunia II maupun besarnya komunitas 
Serbia di wilayah tersebut. Ketika Republik Makedonia, negara bagian 
termiskin, memerdekakan diri pada tanggal 8 September, Tentara Federal 
diam saja.
1992 : Penduduk Muslim dan Kroasia di Bosnia-Herzegovina memilih untuk 
merdeka dan mendeklarasikan negara Bosnia-Herzegovina. Penduduk Serbia 
Bosnia menolak hasil tersebut dan berusaha membentuk negara terpisah 
dengan bantuan Tentara Federal, yaitu Republik Serbia Bosnia dan 
Herzegovina yang kemudian menjadi Republik Srpska. Sekali lagi, perang 
di Bosnia-Herzegovina berlangsung sengit dan kejam karena alasan trauma 
sejarah. Dari enam negara bagian hanya Serbia dan Montenegro yang 
tertinggal, yang kemudian membentuk Republik Federal Yugoslavia pada 
tanggal 28 April 1992.
1995 : Perjanjian Dayton mengakhiri perang di Bosnia-Herzegovina.
1999: Pecah pemberontakan orang Albania di Kosovo. Upaya memadamkan 
pemberontakan tersebut oleh Serbia menyebabkan banjirnya kaum pengungsi 
Albania ke wilayah tetangga. NATO tanpa mandat PBB menyerang Serbia. 
Milosevic menyerah dan Kosovo diberikan di bawah pengawasan 
internasional. Giliran penduduk Serbia yang dibersihkan secara etnis 
oleh KLA. Kelompok gerilyawan Albania ini juga menghancurkan banyak 
peninggalan budaya Serbia di Kosovo sebagai jalan menghapuskan jejak 
orang Serbia di sana. Tujuan utama KLA sendiri adalah menggabungkan 
Kosovo dan berbagai wilayah Balkan lainnya yang dihuni orang Albania ke 
dalam suatu Negara Albania Raya, seperti yang terjadi pada masa Perang 
Dunia II. Pemberontakan orang Albania meluas ke Makedonia, yang 
sebelumnya dengan tangan terbuka menerima pengungsi Albania dari Kosovo.
2000: Pada bulan Oktober, Milosevic mundur setelah Vojislav Kostunica 
menang pemilu. Milosevic pada bulan Juni 2001 diserahkan kepada 
Pengadilan Internasional untuk Bekas Yugoslavia.
2002: Pada bula Maret, pemerintah Serbia dan Montenegro sepakat untuk membuat uni yang lebih bebas.
2003: Pada tanggal 4 Februari, Republik Federal Yugoslavia dibentuk 
ulang sehingga menjadi Uni Negara Serbia dan Montenegro. Dengan ini, 
berakhirlah perjalanan panjang negara Yugoslavia.
Negara-negara pecahan Yugoslavia:
1. Slovenia
2. Kroasia
3. Bosnia-Herzegovina
4. Serbia
4a. provinsi Vojvodina
4b. Kosovo
5. Montonegro
6. Macedonia
2. Kroasia
3. Bosnia-Herzegovina
4. Serbia
4a. provinsi Vojvodina
4b. Kosovo
5. Montonegro
6. Macedonia
B. Perekonomian Yugoslavia
            Serangkaian babak hiperinflasi terparah di dunia muncul di 
beberapa negara sepanjang sejarah. Bahkan beberapa negara maju dengan 
perekonomian terbesar saat ini seperti China, Jerman, dan Prancis juga 
pernah diterjang hiperinflasi parah.
Salah satu kasus hiperinflasi terparah di dunia pernah menimpa Yugoslavia. Tak tanggung-tanggung, tingkat inflasi hariannya mencapai 65 persen.
Harga-harga barang naik dua kali lipat setiap 34 jam sekali. Jatuhnya 
kepemimpinan Uni Soviet juga mengurangi peran Yugoslavia di kancah 
internasional, yang sebelumnya menjadi pemain kunci geopolitik di 
wilayah Barat dan Timur.
Perang Yugoslavia di Bosnia dan Herzegovina yang multi-etnis 
meninggalkan jejak berupa krisis politik dan ekonomi yang 
berkepanjangan. Salah satu dampaknya adalah kasus hiperinflasi terparah 
sepanjang sejarah.
Jatuhnya Uni Soviet menyebabkan peran internasional Yugoslavia menurun 
sebagai pemain kunci yang menghubungkan kawasan Timur dan Barat. Partai 
Komunis yang berkuasa di Yugoslavia juga akhirnya berada di bawah 
tekanan.
Kondisi ini menyebabkan pecahnya Yugoslavia menjadi beberapa negara di 
sepanjang garis etnis. Selain itu, perang juga terjadi selama 
bertahun-tahun melibatkan berbagai entitas politik.
Dalam proses perpecahan tersebut, perdagangan antar wilayah bekas 
Yugoslavia ambruk disusul dengan penurunan drastis di sektor industri. 
Di saat yang sama, embargo internasional juga menerpa ekspor Yugoslavia,
 yang membuat sektor ekspornya berantakan.
Republik Federal yang baru terbentuk dari Yugoslavia, berbeda dengan negara-negDemi mengatasi defisit anggaran di Yugoslavia, pemerintah terus mencetak uang demi mendanai kasus inflasi yang
 telah mencapai 25 persen per tahun. Itu membuat pemerintah terus 
bergantung pada pencetakan uang demi mendanai operasi finansial negara.
Pencetakan uang yang tak terkendali akhirnya menyebabkan hiperinflasi. 
Demi mengatasi hiperinflasi yang kian parah pemerintah lantas membuat 
jaringan toko dengan barang berharga murah.
Sayangnya, barang yang menjadi keperluan masyarakat sulit ditemukan di 
sana. Bahkan sejumlah stasiun pengisian bahan bakar milik pemerintah 
ditutup dan hanya tersedia di beberapa titik tertentu
Saking mahalnya harga bahan bakar saat itu, banyak pemilik mobil yang 
memutuskan untuk menggunakan transportasi umum. Tapi 1.200 bus umum yang
 biasanya beroperasi hanya tersisa 500 unit.
Bus yang ada tidak bisa memenuhi kapasitas penumpang yang tersedia. Tak 
hanya kendaraan pribadi, truk pengiriman, ambulan, mobil pemadam 
kebakaran dan mobil pemungut sampah juga tidak mendapatkan bahan bakar.
Pemerintah mengumumkan bensin hanya dijual ke para petani di musim tanam
 dan panen. Meski pemerintah sudah memutuskan untuk berhenti mencetak 
uang, tapi pihaknya masih kesulitan dana untuk membiayai operasi 
infrastruktur.
Banyak perusahaan tutup dan menyebabkan tingkat pengangguran meningkat 30 persen.ara
 lain yang memisahkan diri seperti Serbia dan Kroasia, mempertahankan 
banyak dari birokrasi kembung yang ada sebelum perpecahan, berkontribusi
 terhadap defisit federal. Dalam upaya untuk menguangkan ini dan defisit
 lain, bank sentral kehilangan kendali atas penciptaan uang dan 
menyebabkan hiperinflasi.
Republik Federal Yugoslavia yang kemudian dibentuk mempertahankan 
birokrasi kembung yang sudah berantakan sebelum perpecahan terjadi. 
Kondisi itu memicu defisit federal.
Dalam upaya mengurangi defisit yang terjadi, bank sentral Yugoslavia 
justru hilang kendali dalam percetakan uang dan menyebabkan 
hiperinflasi.
Antara 1 Oktober 1993 hingga 24 Januari 1995, harga- harga naik hingga 5
 quadrilion persen. Artinya, 5 dengan 15 nol di belakangnya.
Struktur sosial mulai ambruk. Para perampok mencuri di rumah sakit dan 
klinik, di tempat umum manapun. Para pekerja di kereta api juga 
menggelar aksi mogok dan enggan bekerja.
Para pensiun juga telantar karena tidak mendapatkan dana pensiun meski 
uang berlimpah. Para pekerja mogok lantaran gaji yang diterima tidak 
sepadan dengan kebutuhan hidup yang meningkat drastis.
Pemerintah tetap mengunci sebagian besar dana tunai yang dicetaknya 
untuk tidak berkeliaran bebas di kalangan masyarakat. Sayangnya, hal itu
 justru menyebabkan masyarakat kesulitan membeli barang.
Pasar gratis yang disediakan pemerintah juga tidak cukup membantu karena
 masyarakat tetap tak bisa menemukan barang yang dibutuhkannya. Alhasil,
 harga terus melambung tinggi selama hampir empat tahun.
Referensi :